BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan proses adalah keterampilan memproses informasi yang diwarnai dengan prinsip-prinsip Cara Belajar Siswa Aktif yang secara umum hampir sama dengan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) seperti termuat dalam Kurikulum 2004 dan 2006.
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu cara untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai (Semiawan, 1999). Dapat dikatakan juga bahwa pendekatan keterampilan proses adalah cara yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa serta menekankan bagaimana siswa belajar dan mengelola perolehannya sehingga dapat digunakan sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan hidup dimasyarakat.
Pendekatan keterampilan proses perlu diterapkan dalam pembelajaran dengan alasan:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sehingga tidak mungkin guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Siswa harus berusaha untuk aktif mencari dan membangun pengetahuannya sendiri.
b) Secara psikologis siswa dalam usia perkembangan lebih mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh konkret dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
c) Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya suatu teori dapat terbantahkan bila ditemukan teori yang lebih baik.
d) Dalam proses pembelajaran seharusnya pengembangan konsep tidak lepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik, selain mengajar guru seharusnya pandai memotivasi agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan berusaha mencari jawaban atas keingintahuannya.
Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung sehingga siswa tidak hanya pasif menerima penjelasan dari guru. Penerapan keterampilan proses agar siswa lebih aktif dapat dilakukan dengan memberi pengertian pada siswa tentang hakekat ilmu pengetahuan, sehingga siswa paham bahwa pengetahuan tidak hanya dipelajari tetapi juga diterapkan dalam kehidupan. Cara lain yang bisa dilakukan yaitu memberikan kesempatan siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan misalnya dengan melaksanakan praktikum sehingga membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagi berikut :
1) menjelaskan pengertian keterampilan proses dan keterkaitannya dengan CTL;
2) menjelaskan karakteristik keterampilan proses dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
3) menjelaskan langkah-langkah menerapkan keterampilan proses di dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keterampilan Proses Dasar Pada Pembelajaran
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)
Menurut Semiawan, dkk (Nasution, 2007 : 1.9-1.10) menyatakan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan- kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru.
Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan- kamapuan yang dimiliki peserta didik.
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses belajar siswa (learn how to learn). PKP adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan aspek intelektual, sosial, emosional, maupun aspek fisik siswa secara optimal yang bersumber dari kemampuan dasar yang telah ada pada siswa.
Melalui PKP siswa belajar mengamati, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, bereksperimen, menemukan, dan menyimpulkan. Pengembangan aspek-aspek PKP dalam pembelajaran selaras dengan filsafat konstruktivisme karena siswa berproses untuk menemukan sendiri dan membangun pemahaman pengetahuannya.
Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas suatu pengamatan, proses-proses ini dijabarkan dari pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh seorang guru disebut pendekatan ketrampilan proses. Dalam ketrampilan proses ini guru diharapkan bisa memaksimalkan perannya, diupayakan agar siswa terlibat langsung dan aktif. Sehingga siswa dapat mencari dan menemukan konsep serta prinsip berdasar dari pengalaman yang dilakukannya.
1. Kelebihan Pendekatan keterampilan proses:
1) merangsang ingin tahu dan mengembangkan sikap ilmiah siswa,
2) Siswa akan aktif dalam pembelajaran dan mengalami sendiri proses mendapatkan konsep,
3) Pemahaman siswa lebih mantap (Karsa dan Eddy, 1993).
4) siswa terlibat langsung dengan objek nyata sehingga dapat mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,
5) siswa menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari,
6) melatih siswa untuk berpikir lebih kritis,
7) melatih siswa untuk bertanya dan terlibat lebih aktif dalam pembelajaran,
8) mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep baru,
9) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menggunakan metode ilmiah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pendekatan keterampilan proses adalah merupakan suatu cara untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna mengembangkan dan membantu siswa dalam memahami konsep.
2. Kekurangan Pendekatan Ketrampilan proses :
- Membutuhkan waktu yang relative lama untuk melakukannya
- Jumlah siswa dalam kelas haeus relative kecil, karena setiap siswa memerlukan perhatian dari guru.
- Memerlukan perencanaan dengan teliti.
- Tidak menjamin setiap siswa akan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
- Sulit membuat siswa turut aktuf secara merata selama proses berlangsungnya pembelajaran.
B. Jenis- Jenis Pendekatan Keterampilan Proses Dasar
Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses- prosesnya meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan- hubungan angka.
1. Keterampilan Mengobservasi
Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9)
Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur…? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi.
2. Keterampilan Mengklasifikasi
Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15)
Bentuk- bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun- daun, atau kancing- kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas.
Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun skema klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk kalsifikasi organisme- organisme dari carta yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh- tumbuhan dan hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi.
3. Keterampilan Mengukur
Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin, mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20)
Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan ukuran yang tepat.
Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam pengukuran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.
Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunkan satuan centi meter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.
4. Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler dan Esler ((Nasution, 2007: 1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadain- kejadian secara rinci.
Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci. Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskrifsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil ( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudain siswa tersebut menjelaskan deskrifsi tentang objek yang diamati didepan kelas.
5. Keterampilan Menginferensi
Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut Abruscato , menginferensi/ menduga/ menyimpulakan secara sementara adalah adalah menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan dari apa yagn di observasi( Nasution, 2007 : 1.49)
Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu, kemudian menciumnya dan menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Disamping itu juga belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.
6. Keterampilan Memprediksi
Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi lpada observasi yang akan datang (Abruscato Nasution, 2007 : 1.55) atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan- dugaan. (Nasution, 2007 : 1.55)
Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang ditelungkupkan.
7. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu
Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan Esler meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yan gberkaitan dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubunagn tentang ruang dan waktu beserta perubahan waktu.
Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu- ruang, seorang guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua dimensi (seperti kubus, prisma, elips). Seorang guru dapat menyuruh sisiwa menjelaskan posisinya terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada di baridsan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.
8. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan- bilangan
Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan Esler meliputi kegaitan menemukan hubungan kuantitatif diantara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika (matematika). Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan aturan- aturan atau rumus- ruumus matematik untuk menghitung jumlah atau menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato, menggunakan bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses.( Nasution, 2007: 1.61- 1.62).
Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah menentukan nilai pi dengan mengukur suatu rangkaian silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian. Latihan- latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk mengembangkan keterampilan ini. contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”
C. Keterampilan Proses dalam STAD
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu cara untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai (Semiawan, 1999). Dapat dikatakan juga bahwa pendekatan keterampilan proses adalah cara yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa serta menekankan bagaimana siswa belajar dan mengelola perolehannya sehingga dapat digunakan sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan hidup dimasyarakat.
Pendekatan keterampilan proses perlu diterapkan dalam pembelajaran dengan alasan:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sehingga tidak mungkin guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Siswa harus berusaha untuk aktif mencari dan membangun pengetahuannya sendiri.
b) Secara psikologis siswa dalam usia perkembangan lebih mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh konkret dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
c) Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya suatu teori dapat terbantahkan bila ditemukan teori yang lebih baik.
d) Dalam proses pembelajaran seharusnya pengembangan konsep tidak lepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik, selain mengajar guru seharusnya pandai memotivasi agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan berusaha mencari jawaban atas keingintahuannya.
Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung sehingga siswa tidak hanya pasif menerima penjelasan dari guru. Penerapan keterampilan proses agar siswa lebih aktif dapat dilakukan dengan memberi pengertian pada siswa tentang hakekat ilmu pengetahuan, sehingga siswa paham bahwa pengetahuan tidak hanya dipelajari tetapi juga diterapkan dalam kehidupan. Cara lain yang bisa dilakukan yaitu memberikan kesempatan siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan misalnya dengan melaksanakan praktikum sehingga membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Penerapan keterampilan proses pada pembelajaran juga perlu memperhatikan dan mempelajari jenis-jenis keterampilan proses. Beberapa ahli mengemukakan tentang jenis-jenis keterampilan proses.
Semiawan (1999), Dimyati (1994), dan Subiyanto dalam Semiawan (1999) mengelompokkan keterampilan proses sebagai berikut:
1. Observasi, kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan tentang peristiwa sehingga mampu membedakan unsur yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan permasalahan.
2. Mengklasifikasi, kegiatan mengklasifikasi bertujuan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat tertentu.
3. Memprediksi, hasil intepretasi suatu pengamatan digunakan untuk memperkirakan kejadian yang belum diamati.
4. Menyusun hipotesis, hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan pengamatan tertentu.
5. Merencanakan percobaan, merupakan kegiatan pengaturan situasi yang direncanakan dan dirancang untuk menghasilkan data yang bersangkutan dengan hipotesis.
6. Melakukan pengukuran, pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan alat standar pengukuran.
7. Menyusun kesimpulan sementara, kegiatan menjelaskan hasil pengamatan setelah melalui pengukuran, percobaan, dan hipotesis dengan tujuan menyimpulkan hasil percobaan dengan pola hubungan antara hasil pengamatan yang satu dengan hasil pengamatan yang lain.
8. Menerapkan konsep, menggunakan konsep yang telah dikuasai pada masalah yang baru atau pada mata pelajaran yang lain.
9. Mengkomunikasikan hasil percobaan, kemampuan mengkomunikasikan percobaan adalah suatu kemampuan untuk menyampaikan hasil percobaan baik berupa grafik, simbol, diagram, persamaan matematis, demonstrasi visual, maupun perkataan secara lisan atau tulisan kepada berbagai pihak yang berkepentingan.
Secara garis besar keterampilan proses mencakup dua kelompok, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar mencakup observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, menerapkan konsep dan menarik kesimpulan. Untuk keterampilan proses terintegrasi terdiri dari penyusunan hipotesis dan merencanakan percobaan.
Pada pelaksanaan keterampilan proses dalam pembelajaran juga diperlukan indikator dari tiap-tiap jenis keterampilan proses. Jenis-jenis keterampilan proses dan indikatornya dapat dilihat pada Tabel 1.1 Dalam penelitian ini keterampilan proses yang dilaksanakan adalah kemampuan merencanakan, melaksanakan penelitian serta mengatur alat dan bahan yang dikerjakan di laboratorium.
Praktikum adalah istilah yang biasa digunakan untuk menunjukkan kegiatan yang dikerjakan di laboratorium. Puri (2005), menyatakan definisi kerja laboratorium adalah kerja yang bertempat dalam lingkungan yang disesuaikan dengan tujuan dimana siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang terencana, berinteraksi dengan peralatan untuk mengobservasi dan memahami fenomena. Kegiatan laboratorium memegang peranan penting dalam pendidikan IPA, karena dapat memberikan metode ilmiah kepada siswa apabila diterapkan dalam pembelajaran. Siswa juga dilatih mengambil dan membaca data secara obyektif lalu
Mengambil kesimpulan apabila sudah banyak fakta-fakta yang mendukungnya sehingga siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri. Siswa juga dituntut untuk menyadari keterbatasan pengukuran dalam penelitian dan mengerti makna suatu teori. Wirasasmita dalam Yaqin (2005) mengatakan, dengan melakukan kegiatan belajar di laboratorium siswa dapat mengamati proses-proses fisika sehingga pemahaman akan konsep-konsep tersebut lebih lama diingat, lebih lama disimpan dalam ingatan, tidak mudah terlupakan.
Tabel 1.1 Jenis-jenis keterampilan proses dan indikatornya
Keterampilan Proses | Indikator |
1. mengajukan pertanyaan 2. mengamati 3. menafsirkan 4. meramalkan 5. mengatur alat/bahan 6. merencanakan penelitian 7. menerapkan konsep 8. berkomunikasi | a. Bertanya mengapa, apa atau bagaimana. b. Bertanya untuk meminta penjelasan. c. Bertanya yang berlatar belakang hipotesis. a. Menemukan fakta yang relevan dan memadai. b. Menggunakan sebanyak mungkin indera. a. Mencatat pengamatan secara terpisah. b. Menghubungkan pengamatan-pengamatan yang terpisah. c. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan. a. Dengan menggunakan pola-pola (hubungan-hubungan) mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati. a. Menggunakan alat dan bahan untuk mendapatkan pengalaman langsung. a. Menentukan alat, bahan, dan sumber yang akan dipakai untuk digunakan dalam penelitian. b. Menentukan variabel-variabel. c. Menetukan variabel yang harus dibuat tetap, sama, dan yang dibuat berubah. d. Menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis. e. Menetukan cara dan langkah-langkah kerja. a. Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari kedalam situasi baru. b. Menerapkan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. a. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis. b. Menjelaskan hasil penelitian. c. Mendiskusikan hasil penelitian. d. Menggambar data dengan grafik, tabel, atau digram. |
D.PKP dan Langkah-Langkah Pelaksanaannya
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu cara untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai. (Conny Semiawan, 1992: 16) Pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Observasi
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan yang terarah tentang gejala atau fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan. Pengamatan di sini diartikan sebagai penggunaan indera secara optimal dalam rangka memperoleh informasi yang lengkap atau memadai.
b. Mengklasifikasikan
Kegiatan ini bertujuan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu.
c. Menginterpretasikan atau menafsirkan data
Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran, eksperimen, atau penelitian sederhana dapat dicatat atau disajikan dalam berbagai bentuk, seperti tabel, grafik, diagram.
d. Meramalkan (memprediksi)
Hasil interpretasi dari suatu pengamatan digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan kejadian yang belum diamati atau kejadian yangakan datang. Ramalan berbeda dari terkaan, ramalan didasarkan pada hubungan logis dari hasil pengamatan yang telah diketahui sedangkanterkaan didasarkan pada hasil pengamatan.
e. Membuat hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Penyusunan hipotesis adalah salah satu kunci pembuka tabir penemuan berbagai hal baru.
f. Mengendalikan variabel
Variabel adalah faktor yang berpengaruh. Pengendalian variable adalah suatu aktifitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit yang kita bayangkan. Hal ini tergantung dari bagaimana gurumenggunakan kesempatan yang tersedia untuk melatih anakmengontrol dan memperlakukan variabel.
g. Merencanakan penelitian / eksperimen
Eksperimen adalah melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan apakah hipotesis yang diajukan sesuai atau tidak.
h. Menyusun kesimpulan sementara
Kegiatan ini bertujuan untuk menyimpulkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan berdasarkan pada pola hubungan antara hasil pengamatan yang satu dengan yang lainnya.
i. Menerapkan (mengaplikasikan) konsep
Mengaplikasikan konsep adalah menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau dalam menyelesaikan suatu masalah, misalnya sesuatu masalah yang dibicarakan dalam mata pelajaran yang lain.
j. Mengkomunikasikan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan proses dari hasil perolehan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata, grafik, bagan maupun tabel secara lisan maupun tertulis.
Praktik pengajaran dengan PKP menuntut perencanaan yangsungguh-sungguh dan berkeahlian, kreatif dalam pelaksanaan pengajaran, cakap mendayagunakan aneka media serta sumber belajar. Jadi guru bersama siswa semakin dituntut bekerja keras agar praktik PKP berhasil efektif dan efisien.
E. Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan dalam proses belajar-mengajar yang sesuai dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendekatan ini memberikan pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan yang cocok untuk memperoleh serta mengembangkan kompetensi bahasa yang kita pelajari, dalam hal ini bahasa Indonesia.
Fokus pembelajarannya tidak hanya pada pencapaian tujuan pembelajaran saja, melainkan juga pada pemberian pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Pengelolaan kelas dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan dengan pengaturan kelas, baik secara fisik maupun nonfisik. Pengaturan dilakukan sedemikian rupa agar siswa mempunyai keleluasaan gerak, merasa aman, bergembira, bersemangat, dan bergairah untuk belajar. Dengan kondisi yang demikian, materi yang diberikan kepada siswa akan mencapai hasil yang maksimal.
F. Konsep dan Prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Active Learning (SAL). Dalam dunia pendidikan dan pengajaran termasuk matematika, CBSA bukanlah hal yang baru. Bahkan beberapa teori menunjukkan bahwa CBSA merupakan tuntutan logis dari hakikat pembelajaran yang sebenarnya. Hampir tidak mungkin terjadi proses pembelajaran yang tidak memerlukan keterlibatan siswa di dalamnya.
Sebagai suatu konsep, CBSA adalah suatu proses pembelajaran yang subjek didiknya terlibat secara fisik, mental-intelektual, maupun sosial dalam memahami ide-ide dan konsep-konsep pembelajaran (Ahmadi, 1991). Dengan kata lain, arah pembelajaran CBSA mengacu pada siswa atau “student oriented” yang bermakna pembentukan sejumlah keterampilan untuk membangun pengetahuan sendiri baik melalui proses asimilasi maupun akomodasi. Dalam proses pembelajaran yang seperti ini, siswa dipandang sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CBSA adalah salah satu strategi pembelajaran yang menuntut aktivitas atau partisipasi peserta didik seoptimal mungkin sehingga mereka mampu mengubah tingkah lakunya dalam proses internalisasi secara lebih efektif dan efisien.
Ada beberapa prinsip belajar yang dapat digunakan dalam menunjang tumbuhnya CBSA di dalam pembelajaran (Ahmadi, 1991), yaitu:
1. motivasi belajar siswa,
2. pengetahuan prasyarat,
3. tujuan yang akan dicapai,
4. hubungan sosial,
5. belajar sambil bekerja,
6. perbedaan individu,
7. menemukan, dan
8. pemecahan masalah.
a. Motivasi Belajar Siswa
Motivasi belajar merupakan prinsip utama dalam CBSA. Tanpa adanya motivasi, hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal. Oleh karena itu, peranan guru dalam mengembangkan motivasi belajar ini sangat diperlukan sekali. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam CBSA, antara lain melalui penggunaan metode atau cara belajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, menggunakan media dan alat bantu yang bervariasi, memberikan pertanyaan-pertanyaan pengiring atau pelacak, dan lain-lain.
(2) Pengetahuan Prasyarat
Matematika bersifat hirarkis. Untuk menguasai suatu materi atau topik matematika, peserta didik harus menguasai terlebih dahulu materi-materi sebelumnya yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan materi yang akan dipelajari tersebut. Oleh karena itu, tugas guru adalah menyelidiki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang telah dimiliki siswa untuk mempelajari suatu materi. Dengan cara demikian, siswa akan lebih siap untuk memahami materi yang akan dipelajarinya.
(3) Tujuan yang Akan Dicapai
Pembelajaran yang terencana dengan baik akan memberikan hasil yang baik pula. Perencanaan pembelajaran ini biasanya diwujudkan dalam perumusan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan inilah yang menjadi pedoman bagi guru dalam menentukan keluasan dan kedalaman materi.
(4) Hubungan Sosial
Dalam belajar siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan teman-temannya agar konsep-konsep yang sulit dipahami oleh siswa secara mandiri akan menjadi lebih mudah jika dipelajari secara berkelompok. Latihan bekerja sama ini juga bermanfaat dalam proses pembentukan kepribadian siswa terutama sikap sosialnya.
(5) Belajar Sambil Bekerja
Pada hakikatnya anak belajar sambil bekerja. Semakin banyak aktivitas fisik siswa, akan semakin berkembang pula kemampuan berpikir siswa. Apa yang diperoleh siswa dalam pembelajaran yang banyak melibatkan aktivitas fisiknya, akan lebih lama mengendap dalam memori siswa. Siswa akan bergembira dalam belajar apabila diberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya dalam bekerja. Oleh karena itu, prinsip belajar sambil bekerja ini merupakan prinsip yang paling banyak mewarnai CBSA.
(6) Perbedaan Individu
Setiap anak memiliki karakteristik tersendiri, misalnya dalam kemampuan, kebiasaan, minat, latar belakang keluarga, dan lain-lain. Dalam pembelajaran, guru sebaiknya dapat memperhatikan perbedaan individu pada anak didiknya. Guru tidak boleh memperlakukan semua anak dengan cara yang sama, walaupun tidak semua perbedaan anak dapat diakomodasi.
(7) Menemukan
Menemukan merupakan prinsip yang harus banyak mewarnai CBSA. Dalam CBSA, siswa harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari dan menemukan sendiri informasi-informasi yang ada di dalam pembelajaran. Dengan cara demikian, siswa akan merasa lebih bersemangat dalam belajar dan belajar menjadi pekerjaan yang tidak membosankan bagi siswa.
(8) Memecahkan Masalah
Pembelajaran akan lebih terarah apabila dimulai dengan permasalahan yang harus dipecahkan siswa. Situasi yang menghendaki siswa harus memecahkan masalah ini akan mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya secara maksimal.
G.Konsep Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Definisi pembelajaran kontekstual secara umum masih belum disepakati oleh para ahli, tetapi tentang dasar dan unsur-unsur kuncinya lebih banyak yang mereka sepakati. Pembelajaran kontekstual sebagai terjemahan Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki dua peranan dalam pendidikan yaitu sebagai filosofi pendidikan dan sebagai rangkaian kesatuan dari strategi pendidikan. Sebagai filosofi pendidikan, CTL mengasumsikan bahwa peranan pendidik adalah membantu peserta didik menemukan makna dalam pendidikan dengan cara membuat hubungan antara apa yang mereka peroleh di dunia nyata dengan yang mereka pelajari di sekolah untuk kemudian menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Dengan demikian, inti pembelajaran kontekstual adalah melibatkan situasi dunia nyata sebagai sumber maupun terapan materi pelajaran.
Pembelajaran kontekstual sebenarnya bukalah ide baru. Pembelajaran tersebut berakar dari filosofi yang dikembangkan oleh John Dewey yang mengemukakan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik, ketika apa yang dipelajarinya dikaitkan dengan apa yang mereka ketahui dan ketika mereka secara aktif belajar sendiri.
Dalam pembelajaran kontekstual, terdapat beberapa ciri, yaitu:
1) Pembelajaran aktif: peserta didik diaktifkan untuk mengkontsruksi pengetahuan dan memecahkan masalah.
2) Multi konteks: pembelajaran dalam konteks yang ganda akan memberikan peserta didik pengalaman yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengidentifikasi ataupun memecahkan masalah dalam konteks yang baru (terjadi transfer).
3) Kerjasama dan diskursus: peserta didik belajar dari orang lain melalui kerjasama, diskursus (penjelasan-penjelasan) kerja tim dan mandiri (self reflection).
4) Berhubungan dengan dunia nyata: pembelajaran yang menghubungkan dengan isu-isu kehidupan nyata melalui kegiatan pengalaman di luar kelas dan simulasi.
5) Pengetahuan prasyarat: pengalaman awal peserta didik dan situasi pengetahuan yang didapat mereka akan berarti atau bernilai dan nampak sebagai dasar dalam pembelajaran.
6) Pemecahan masalah: berpikir tingkat tinggi yang diperlukan dalam memecahkan masalah nyata harus ditekankan pada kebermaknaan memorasi dan pengulangan-pengulangan.
7) Mengarahkan sendiri (self-direction): peserta didik ditantang dan dimungkinkan untuk membuat pilihan-pilihan, mengembangkan alternatif-laternatif, dan diarahkan sendiri. Dengan demikian mereka bertanggung jawab sendiri dalam belajarnya (Siswono, 2004).
Dalam pembelajaran kontekstual terdapat empat elemen kunci, yaitu:
a. belajar bermakna,
b. penerapan pengetahuan,
c. berpikir tingkat tinggi,
d. kurikulum yang berkait standar,
e. respon terhadap budaya dan
f. penilaian autentik.
a. Belajar Bermakna
Pemahaman, relevansi pribadi, dan penilaian seorang peserta didik yang melekat pada isi yang dipelajari. Tanpa menekankan pada penemuan makna bagi peserta didik, banyak peserta didik yang akan menjauhi belajar, karena mereka melihat bahwa itu tidak sesuai dengan kehidupannya.
b. Aplikasi Pengetahuan
Penerapan pengetahuan merupakan strategi yang sangat umum digunakan dalam CTL dalam rangka untuk membantu peserta didik menemukan makna dalam belajarnya. Peserta didik jarang sekali yang tertarik pada pembelajaran yang abstrak dan tidak berhubungan dengan dunia nyata.
c. Berpikir Tingkat Tinggi
Penggunaan berpikir tingkat tinggi akan membantu mengembangkan pikiran dan keterampilan peserta didik serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang dipelajarinya. Tanpa ini, peserta didik mungkin mudah lupa apa yang sudah dipelajarinya.
d. Kurikulum yang Berkaitan dengan Standar
Kurikulum yang didasarkan pada standar-standar akan memberikan landasan kuat terhadap materi-materi yang dipelajari dalam kelas-kelas khusus dan pada berbagai tingkat pendidikan. Selain itu juga, akan memberikan kerangka kerja yang lebih mantap dan jelas dalam mengajarkan materi lintas kelas, bila dibandingkan dengan pendapat pribadi atau pengalaman-pengalaman guru saja.
Menerapkan CTL dalam suatu pembelajaran pada prisipnya sama saja dengan menciptakan suatu pembelajaran yang menantang daya cipta siswa untuk menemukan informasi baru dalam pembelajaran. Di dalam Depdiknas (2003) disebutkan bahwa ada tujuh prinsip pembelajaran CTL, yaitu:
(1) kontsruktivis (constructivism),
(2) inkuiri (inquiry),
(3) bertanya (questioning),
(4) masyarakat belajar (learning community),
(5) pemodelan (modeling),
(6) refleksi (reflection) dan
(7) penilaian yang sebenarnya (authentic assestment).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)
Keterampilan proses dasar, meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan- hubungan angka.
DAFTAR PUSTAKA
Moedjiono dan Moh. Dimyati. 1992/ 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana.1998/ 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD