BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kegiatan membaca fiksi pada dasarnya merupakan kegiatan bersastra secara langsung. Secara leksikal, appreciation ‘apresiasi’ mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilian dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby,1973). Apresiasai adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Effendi, 1973).
Sebagai sebuah struktur, karya sastra mengandung gagasan keseluruhan, gagasn transformasional, dan gagasan kaidah yang mandiri (Hawkes, 1978). Oleh karena itu, untuk mengerti karya sastra diperlukan analisis terhadap bagian-bagian struktur tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa apresiasi sastra merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dippisahkan dari kegiatan kritik sastra. Bahkan, dapat pula dikatakan bahwa apresiasi sastra merupakan salah satu jenis kritik sastra merupakan salah satu jenis kritik sastra terapan (Abrams, 1981).
2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk meningkatkan kemampuan mahsiswa FKIP Unila jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengapresiasikan karya prosa — fiksi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
MENGAPREASIASI KARYA PROSA – FIKSI
A. Langkah-langkah Apresiasi
Apresiasi sastra adalah suatu kegiatan mengakrabi karya sastra untuk mendapatkan pemahaman, penghayatan, dan penikmatan terhadap karya itu hingga diperoleh kekayaan wawasan dan pengetahuan, kepekaan pikir, dan rasa terhadap berbagai segi kehidupan. Dari kegiatan tersebut akhirnya pula timbul kecintaan dan penghargaan terhadap cipta sastra. Demikian pula dengan apresiasi karya prosa-fiksi.
Tujuan apresiasi prosa diatas akan diperoleh pembaca apabila ia melakukan langkah-langkah:
1) Membaca karya prosa tersebut hingga ia dapat merasakan keterlibatan jiwa dengan apa yang disampaikan dan diceritakan pengarang:
2) Menilai dan melihat hubungan antara gagasan pengalaman yang ingin disampaikan pengarang dengan kemampuan teknis pengarang itu mengolah unsure-unsur prosa, seperti tokoh (penokohan), alur (pengaluran), latar, gaya bahasa, penceritaan dan tema; dan
3) Menemukan relevansi karya itu dengan pengalaman pribadi dan kehidupan pada umumnya.
B. Unsur-unsur prosa-fiksi
Untuk dapat mengapresiasi karya memprosa dengan baik, diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang unsur-unsur pembangunan karya prosa. Seperti jenis-jenis karya sastra lainnya, prosa-fiksi, baik itu cerpen, novelette, maupun novel/roman dibangun oleh unsurs-unsur ekstrinsik dan intrinsik.
1. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsure yang berada di luar teks, namun secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi penciptaan karya itu. Unsur yang dimaksud di antaranya biografi pengarang, situasi dan kondisi sosial, sejarah, dll. Unsur-unsur ini mempengaruhi karena padsa dasarnya pengarang mencipta karya sastra berdasarkan pengalamannya. Pengetahuan seorang pembaca terhadap unsur-unsur ekstrinsik akan mebantu pembaca memahami karya itu.
2. Unsur Intrinsik
Unsur-unsur intrinsik adalah unsure-unsur yang hadir di dalam teks dan secara langsung membangun teks itu, dalam hal ini cerita karya prosa itu. Unsur-unsur intrinsik karya prosa-fiksi adalah sebagai berikut.
a. Tokoh dan Penokohan
Di dalam mengkaji unsure-unsur ini ada beberapa istilah yang mesti dipahami, yakni istilah tokoh, watak/karakter dan penokohan.
Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh ini tidak selalu berwujud manusia, tergantung pada siapa yang di ceritakannya itu dalam cerita. Watak/karakter adalah sifat dan sikap para tokoh tersebut. Adapun penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam cerita.
Dalam melakukan penokohan (menampilkan tokoh-tokoh dan watak tokoh dalam suatu cerita), ada beberapa cara yang dilakukan pengarang, antara lain melalui
a) Penggambaran fisik. Pada teknik ini, pengarang menggambarkan keadaan fisik tokoh itu, misalnya wajahnya, bentuk tubuhnya, cara berpakaiannya, cara berjalannya dll. Dari penggambaran itu, pembaca bisa menafsirkan watak tokoh tersebut, penmbaca bisa menafsirkan watak tokoh tersebut.
b) Dialog. Pengarang menggambarkan tokoh lewat percakapan tokoh tersebut dengan tokoh lain. Bahasa, isi pembicara, dan hal lainnya yang dipercakapkan tokoh tersebut menunjukkan watak tokoh tersebut.
c) Penggambaran pikiran dan perasaan tokoh. Dalam karya fiksi, sering ditemukan penggambaran tetang apa yang dipikirkan dan dirasakan tokoh. Penggambaran ini merupakan teknik yang juga digunakan pengarang untuk menunjukkan wataktokoh.
d) Reaksi tokoh lain. Pada teknik ini pengarang menggambarkan watak tokoh lewat apa yang diucapkan tokoh lain tentang tokoh tersebut.
e) Narasi. Dalam teknik ini, pengarang (narrator) yang langsung mengungkapkan watak tokoh itu.
Barangkali tekni-teknik di atas tidak langsung semua digunakan pengarang dalam suatu cerita. Pengarang akan memilih sesuai dengan situasi cerita dari kebutuhannya. Bagi pembaca, pengetahuan dan pemahaman tentang teknik-teknik diatas dapat membantunya memudahkan menemukan watak-watak tokoh cerita.
1) Pembedaan Tokoh
a) tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat dari segi tingkat pentingnya (peran) tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali-kali (beberapa kali) dalam cerita dalam porsi penceritaan yang relative pendek.
b) tokoh prontagonis dan antogonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan ke dalam tokoh prontagonis dan antogonis. Tokoh prontagonis ialah tokoh yang mendapat empati pembaca. Sementara tokoh atogonis ialah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik.
c) tokoh statis dan tokoh dinamis
Dari criteria berkembang/tidaknya perwatakan, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh ststis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang tetap, tak berkembang sejak awal hingga akhir cerita, adapun tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan watak sejalan dengan plot yang diceritan.
b. Alur dan Pengaluran
Selama ini sering terjadi kesalahpahaman dalam mendefinisikan alur. Alur dianggap sama dengan jalan cerita. Pendefinisian itu sebenarnya tidak tepat. Jalan cerita adalah peristiwa demi peristiwa yang saling berkaitan karena hubungan sebab akibat. Untuk dapat membedakannya, marilah kita amati contoh berikut.
1. Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Ia segera membereskan tempat tidur. Setelah itu ia kekamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Selesai mandi dan berwudhu, ia berdandan lalu sholat. Kemudian ia membaca buku sebentar, sarapan, lalu berangkat sekolah.
2. Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Tak biasanya ia bangun sepagi ini. Semalam pun ia susah tidur. Pertengkarannya dengan Wendi kekasihnya di sekolah terus membayanginya. Ia sangat sedih dan kecewa karena Wendi telah mengkhianati kesetiaan hatinya.tetapi ia mencoba menepis bayangan-banyangan itu. Ia pun segera mandi berdandan, sarapan, dan berangkat ke sekolah. Namun, di jalan ia tidak konsentrasi. Ketika ia menyebrang di tengah jalan sebuah motor mebuat tubuhnya terpental.
Contih 1 adalah njalan cerita karena hanya menyajikan rangkaian peristiawa saja. Contoh kedua adalah alur karena menyajikan rangkaian peristiwa yang terjadi karena hubungan seba akibat. Ani bangun lebih pagi disebabkan oleh kesulitannya tidur akibat bertengkar dengan kekasihnya yang menghianatinya. Hal ini pun menyebabkan Ani tidak konsentrasi berjalan di jaln raya ketika berangkat sekolah sehingga ia tertabrak.
Cara menganalisi alur adalah dengan mencari dan mengurutkan peristiwa demi peristiwa yang memiliki hubungan kausalitas saja.
Adapun pengaluran adalah urutan teks. Dengan menganalisi urutan teks ini, pembaca akan tahu bagaimana pengarang menyajikan cerita itu, apakah dengan teknik linier ( penceritaan peristiwa-peristiwa yang berjalan saat itu ), teknik ingatan ( flashback ) atau bayangan ( menceritakan kejadian yang belum terjadi ).
c. Latar
Menurut Abrams ( 1981:175 ) latar adalah tempat, waktu, dan lingkungan social tempat terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan.
Latar dalam cerita dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Latar tempat, yaitu latar yang merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan, gedung, rumah, dll;
2) Latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa cerita, apakah berupa penanggalan pentyebutan peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, sian, sore, dll;
3) Latar social yaitu, keadaan yang berupa, nilai-nilai/norma, dan sejenisnya yang ada ditempat peristiwa cerita.
d. Gaya Bahasa ( stile )
Dalam menyampaikan cerita, setiap pengarang ingin ceritanya punya daya sentuh dan efek yang kuat bagi pembaca. Oleh karena sarana karya prosa adalah gaya bahasa, maka bahasa ini akan diolah semaksimal mungkin oleh pengarang dengan memaksimalkan gaya bahasa sebaik mungkin. Gaya bahasa ( stile ) adalah cara nengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap.
Untuk mencapai hal tersebut pengarang memberdayakan unsure-unsur stile tersebut, yaitu dengan diksi ( pemilihan kata ), pencitraan ( penggambaran sesuatu yang seolah-olah dapat diindra pembaca ), majas dan gaya retoris. Maksud dari unsur-unsur stile tersebut adalah sebagai berikut.
1) Diksi. Dalam penggunaan unsure diksi, pengarang melakukan pemilihan kata (diksi). Kata-kata betul-betul dipilih agar sesuai dengan apa yang ingin dihasilkan. Kata-kata yang dipilih bisa darti kosa kata sehari-hari atau formal, dari bahasa Indonesia atau bahas lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan lain-lain), bermakna denotasi (memiliki arti lugas, sebenarnya, atau arti kamus) atau konotasi (memiliki arti tambahan, yakni arti yang ditimbulakan oleh asosiasi-asosiasi ( gambaran, ingatan, dari perasaan )dari kata tersebut).
2) Citra/imaji. Citra/imaji adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu dapat ditangkap oleh panca indera kita. Melalui pecitraan/peimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat ( citraan penglihatan ), didengar ( citraan pendengaran ), dicium ( citraan penciuman ), dirasa ( citraan taktil ), diraba ( citraan perabaan ), dicecap ( citraan pencecap ), dan lain-lain.
3) Gaya bahasa menurut Nugiyantoro (1995:277) adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan permajasan dan gaya retoris.
Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak merujuk pada makna harfiah). Permajasan terbagi menjadi 3, yaitu perbandingan atau perumpamaan, pertentangan, dan pertautan.
(a) Majas Perbandingan
1) Simile : Perbandingan langsung dan eksplisit. Dengan memper-gunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda ke-eksplisitan : seperti, bagai, bagaikan, laksana, mirip, dsb.
2) Metafora : perbandingan yang bersifat tidak langsung/implisit, hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat sugesti, tidak ada kata-kata petunjuk perbandingan eksplisit.
3) Personifikasi: Memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat seperti dimiliki manusia. Ada persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Berbeda dengan simile dan metafora yang bisa membandingakan dengan apa saja dalam personifikasi haruslah yang dibandingkan itu bersifat manusia.
(b) Majas/Gaya Bahasa Pertautan
(1) Metonimi : Menunjukkan pertautan/pertalian yang dekat. Misalnya seseorang suka membaca karya-karya A. tohari, dikatakan : “ia suka membaca Tohari”.
(2) Sinekdok : Mempergunakan keseluruhan (pars pro toto) untuk menyatakan sebagian atau sebaliknya (totum pro foto) contohnya: ia tak kelihatan batang hidungnya.
(3) Hiperbola : Menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkannya.
(c) Majas Pertentangan
(1) Paradoks : Pertentangan, misalnya : ia merasa
kesepian ditengah berjubelnya manusia metropolitan.
(d) Gaya Retoris
Gaya retoris adalah teknik pengungkapan yang menggunakan bahasa yang maknanya berlangsung (harfiah), tetapi diurutkan sedemikian rupa dengan menggunakan struktur, baik struktur kata maupun kalimat, untuk menimbulkan efek tertentu, misalnya dengan pengulangan, pengembalikan susunan, dan lain-lain. Yang termasuk gaya retoris diuraikan di bawah ini.
(1) Repitisi adalah pengulangan kata atau kelompok kata dalam satu kalimat atau lebih, baik pada posisi awal, tengah, maupun akhir.
(2) Anafora adalah pengulangan kata/kelompok kata pada awal beberapa kalimat.
(3) Pararelisme adalah pengulangan struktur bentuk dengan maksud menekankan adanya kesejajaran bangunan struktur yang menduduki posisi sama dan mendukung gagasan yang sederajat. Hal ini dapat dilakukan dengan penyusunan jenis kata yang sama, dll
(4) Polisideson adalah pengulangan kata tugas tertentu, yaitu kata dan
(5) Asindeton adalah pengulangan bentuk pungtuasi, yaitu tanda koma (,) yang terdapat pada gagasan yang sederajat.
(6) Klimaks adalah urutan penyampaian yang menunjukkan semakin tinggi kadar pentingnya.
(7) Anti klimaks adalah urutan penyampaian yang merupakan kebalikan dari klimaks, yaitu semakin mengendur kadar pentingnya.
e. Penceritaan
Dalam kaitan dengan unsure penceritaan, kita mengenal dengan istilah kehadiran pencerita. Kehadiran pencerita atau sering disebut juga sudtut pandang (point of view), yakni dilihat dari sudut mana pengarang (narrator) bercerita, terbagi menjadi 2, yaitu pencerita intern dan pencerita ekstern.
Pencerita intern adalah penceritaan yang hadir didalam teks sebagai tokoh. Cirinya adalah memakai kata ganti aku.
Pencerita ekstern adalah bersaifat sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks (berada diluar teks) dan menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama.
f. Tema
Tema adalah ide atau gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam ceritanya. Tema ini akan diketahui setelah seluruh unsur prosa-fiksi itu dikaji.
Dalam menerapkan unsure-unsur tersebut pada saat mengapresiasi karya prosa, seorang pengapresiasi tentu saja tidak sekedar menganalisi dan memecahnya per bagian. Tetapi, setiap unsur itu harus dilihat kepanduannya dengan unsur lain. Apakah unsur itu saling mendukung dan memperkuat, dalam menyampaikan tema cerita, atau sebaliknya.
C. Contoh Penerapan Apresiasi Prosa - Fiksi
1. Cerpen
Cerita pendek
KELIMUTU
Titie Said
Panas rembang petang masih membakar. Messi menuntun anaknya dengan lesu. Jalanan sepi dan menanjak, tapi mereka mempercepat langkahnya. Dari jauh seorang tua berteriak menegur.
“Messi, kemana? Lihat Tabeta terseret-seret. Kemana Messi? Messi terus berjalan. Tanpa menoleh. Cuma tersenyum sedikit. Dan orang tua itu juga tidak memperdulikan. Biasa, jarang Messi menjawab teguran.
Danau Kelimutu sudah tampak. Airnya tiga warna berkilau kena matahari. Indah paduan antara merah, hijau dan hijau muda. Messi duduk di tebing danau sambil merenung. Tabeta, anak Messi yang baru sepuluh tahun, memandangibunya dengan mata lucu.
“Ine”
“Iya, Sayang”
“Lihat, Ine. Lihat. Kupu-kupu. Boleh beta ambil?”
“Diamlah, Beta. Duduk baik-baik.”
Tabeta menundukkan matanya. Menyesal. Tapi tak lama ada burung hinggap di batu. Pelan-pelan dia menggeser duduknya. Cepat Messi menangkap tangan Tabeta.
“Beta, jangan pergi!”
“Burung. Ine. Burung bagus. Beta ingin menangkapnya.”
Mesi diam, dan gadis cilik itu direngkuhnya. Angina sore meniup rambut Beta yang keriting. Seperti rambut Messi, juga kecantikannya.
“Ine, orang bilang air danau merah karena………….”
“Diamlah, Sayang. Nanti Ine cerita. Sekarang masukkan kembang yang kau bawa.”
Tabeta mencemplungkan yang dipetik dari halaman belakang, dia memperbaiki duduk dan berdoa perlahan.
Ama Montero ata resi zewa ata resi mere, wazu kami ra raza mozo
Ama Montero ata resi zewa ata resi mere, kau ata dei kami
Tabeta melirik ibunya yang masih memejamkan mata. Lalu dia menggumam sekali lagi. Tapi diganggu oleh kicau burung yang lebih menarik.
“Ine, tentang warna itu, Ine”
“O, ya dulu ada seorang gadis yang jatuh cinta. Tapi orang tuanya tak menyetujui.
“Lalu, Ine”
“Dia bersikeras juga akan kawin dengan kekasihnya. Lalu orang tunya menangkap gadis tadi dan dimasukkan dalam danau. Itulah sebabnya airnya merah.”
“Beta akan selalu menurut kata, Ine, biar tak dimasukkan danau. Tapi Ine, Beta dengar…….Ine…”
“Ya Beta?”
“Diam! Kenapa kau bilang begitu?!” Tangan Messi jatuh di paha Beta, lalu mencubit dan menamparnya.
Dengan tangis Beta menyembunyikan muka di ketiak ibunya, tapi Messi mencubit terus.
Lama-lama Messi payah. Tangannya pegal. Matanya menujam di air danau yang merah. Air itu beriak-riak kecil. Perbatasan warna hijau dan merah tampak kabur, tapi makin jauh makin nyata. Dan agak ke sana terlihat air warna hijau muda. Di pandangnya lama-lama air tiga warna ini. Dan setiap riaknya menyibak, Messi seakan melihat masa lalunya menyibak juga…seperti membuka tabirnya sendiri, sepuluh tahun yang lampau…
Flores tahun 1900.
Malam itu bulan menyinar penuh, orang berbondong-bondong ke tanah lapang. Perayaan Paapemka akan dimulai. Orang akan bersuka ria. Juga Messi dan Montero. Dikenakan kain tenunan yang dibuatnya semasa gadis, kain Flores dengan dasar ham dan garis kemerahan. Dikenakan semua perhiasan emasnya.
Messi memandang suaminya. Kelihatan Montero tenang. Tapi Messi ingin meyakinkan ketenangan suaminya.
“Montero”
“Ya? Ada yang perlu kutolong, Messi?”
“Tidak Montero, aku dengar tadi…”
“Dari siapa?”
“Ine. Ine bilang, kau ikut memberontak kompeni, Montero…”
“Ssst. Terlalu berbahaya dengar itu, Messi. Jangan percaya.”
“Tapi, Montero, kau jujur padaku, bukan? Aku bersumpah, tak akan mengatakan pada siapa pun. Kau jujur, bukan?”
“aku percaya sumpahmu sebagai wanita Flores. Aku ikut berontak. Tapi kau jangan kuatir. Kujaga diriku sebaiknya. Kau tau, aku laki-laki Flores, seperti jantan lainnya tak takut berkelahi membela Flores. Kau tak takut bukan, Messi?”
“Tidak. Aku malah bangga. Kau tahu sendiri, tadinya orang mengejekmu, katanya laki-laki betina! Aku ingin katakana pada mereka bahwa …”
“Messi, Messi. Janjimu. Biarkanlah pendapat mereka itu. Dan ini memang kusengaja.biar bisa leluasa menyelundup ke tangsi.”
“Nanti kau adakan gerakan itu?”
“Ya. Waktu orang menari. Kau harus membantu kami. Dan jangan mencurigakan gerakmu. Isteri Montero harus tabah. Begitu, bukan?”
Messi tersenyum. Senyumnya punya arti sendiri. Senyum seorang isteri yang ketakutan. Senyum pucat.
Kalangan menari penuh sesak. Wanita-wanita menari dengan lemasnya. Selendang tenun yang dipakai diberikan laki-laki yang dipilihnya. Laki-laki ini jika jantan, tak akan menolak. Seorang gadis paling cantik memberikan selendangnya pada komandan kompeni sebagai penghargaan. Kelihatan si gadis melakukan ini dengan terpaksa. Lalu komandan bermata juling dan perut besar menari dengan gerak lucu. Messi gemetar waktu komandan memandangnya dengan senyum dan menujunya. Betapa jijiknya Messi melihat ini. Perlahan-lahan dia menggeser dan menyelinap.Tapi mata juling itu tetap mengincarnya, dan mengulurkan selendangnya. Messi ingin menolak selendang itu. Tapi adakah seorang perempuan di seluruh Ende ini yang berani menolaknya. Menurut kepercayaan, siapa yang menolak akan terkutu dan selama hidupnya tidak akan bahagia, karena kutukan ini juga mengenai anak-anak yang tak dapat dilahirkan. Perkawinan akan retak dan celaka.
Tangan komandan sudah dekat, seperti yang ditakutkan Messi, komandan menyampirkan selendang di pundak Messi. Messi menggigil mendengar orang-orang bersorak dan memanggil-manggil namanya. Sambil memejamkan matanya, Messi menggumam:
“Montero, demi cintaku dan demi kebahagiaan, aku tak mau membuat gerakan yang mencurigakan.”
Messi menari mengikuti irama. Kecantikannya tambah sempurna kena cahaya bulan. Semasa gadisnya merupakan wanita tercantik di seluruh Timor dan Flores.
Kompeni itu tambah giat menggerak-gerakkan kaki dan pinggulnya. Dengan matanya Messi mencari Montero, tapi sia-sia. Tahulah dia bahwa gerakan akan meletus. Kompeni-kompeni sudah yang banyak mabuk. Laki-laki yang tadi kelihatan gembira menari, kini sudah banyak yang menghilang. Juga perempuan-perempuan secra tertur mulai menyingkir. Messi menghindarkan diri dari kompeni juling yang mulai mabuk.
Sampai di rumah, Messi terhenyak. Pelan dia mencopoti perhiasannya. Rentetan tembakan mulai terdengar. Jerit melengking. Api berkobar di tangsi Selatan, dan tangsi muka. Hati Messi ikut menjerit. Sampai pagi suaminya tidak pulang.
Dari tangga rumah, Messi menjenguk bekas tangsi yang hangus. Kompeni dengan bedilnya menjaga jalan yang terasa lengang. Tidak ada seorang pun yang berani keluar. Messi mendengar dari tetangga bahwa empat puluh tiga komprni mati. Dan ratusan penduduk ditangkap.
Tiga hari Messi mencari Montero di rumah famili-familinya, di lading dan di penggembalaan. Tidak ditemuinya. Rumah Messi digeledah kompeni. Messi dibentak, tapi sepatah pun tidak menjawab. Seorang kompeni memukulnya, tapi dihalangi oleh si mata juling yang memandang padanya dengan mata gairah.
Messi makin murung. Kabar Montero tak pernah didengarnya, dan jika ada orang-orang yang berhasil menyelundup ke kampungnya, selalu ditanyakan tentang Montero. Tapi seorang pun tidak ada yang memberi tahu. Betapa inginnya Messi mengabarkan pada Montero tentang kehamilannya tiga bulan. Dia baru tahu ini dua hari yang lalu dari seorang yang sudah hapal tanda-tanda mengandung. Sampai suatu hari datang kabar bahwa Montero tertangkap.
Messi berusaha menemui suaminya. Dengan perantaraan mata juling Messi boleh dating ke tangsi. Demi cintanya pada Montero, dia menelan senyum nakal mata juling.
Pintu sel Montero dibuka, dan kelihatan suaminya dengan tulang-tulang menonjol dan darah. Messi menyelusup di rambut suaminya yang kaku.
“ Jangan pergi ke sini, Messi. Aku tak suka anjing yang melolongmu memandang kau. Aku tak tahan melihatmu diperlakukan begitu.”
Messi mengangguk. Lima menit Cuma dia bias mendekati suamunya dan mengatakan kehamilannya. Pandangan Montero jatuk ke perut Messi dan dengan mesra mengikuti istrinya keluar.
Pagi, Montero mendengar kompeni-kompeni memanggil istrinya dalam bahasa mereka. Montero tak tahu artinya, tapi hatinya sakit karena lagu panggilan itu seperti lagu orang-orang di tangsi selatan memanggil anjingnya! Digigitnya bibirnya sampai berdarah. Pintu sel terbuka, Messi menyembulkan kepalanya dan masuk membawa sekeranjang makanan. Montero memandang tajam.
“Sudah kukatakan kemarin, jangan ke sini. Aku tak tahan kau dipermainkan kompeni-kompeni. Kau tahu hal ini, messi. Mereka mengharapmu.”
“Montero, aku tak bisa melihatmu kekurangan makan.”
“Aku laki-laki Messi, aku kuat.”
“Aku ke sini lagi… Kau disiksa?... lihat darah ini. Kau….”
“Meski disiksa. Messi. Aku tak akan berkhianat mengatakan tempat Ama Waka, Nipa Do dan Do Kapa.”
“Tapi kau tahu, bukan?”
“Mengapa tidak? Di situ tempat kami berkumpul. Tapi aku laki-laki flores. Tidak ada sifat laki-laki untuk berkhianat. Kami telah bersumpah.”
“Kau… Kau disiksa. Kau….”
Tiba-tiba sel dibuka. Montero diawa juling ke ruang besar. Juga Messi. Dan dia melihat betapa suaminya dicambuki di depan matanya. Messi jatuh. Jeritnya tinggi penuh kesakitan. Dan kompeni lain berteriak-teriak menanyai Montero terus.
“Hai. Katakana lekas di mana tempat kepala pemberontak. Aku cambuk kau seperti anjing kalau tidak mengaku.”
Duaah. Montero meludah. Dan kembali cambuk menari di badannya yang kurus. Belanda tambah banyak yang ikut menyiksa. Waktu Messi sadar, juling memegang tangannya. Dan Messi gemetar ketakutan.
“Anjing. Kau lihat istrimu cantik. Kau sayang padanya. Tapi lihat tuan yang memegangnya aitu akan menciumnya.”
“Diam!”
“Ya, sebentar lagi ia akan menjadi istri tuan ini.”
“Anjing!”
“Tapi, jika kau mau mengaku dan menunjukkan di mana tempat pimpinanmu, kau punya istri boleh kembali utuh. Bagaimana?”
Mata Montero merah. Mulutnya terkunci. Ikatannya begitu teguh, hingga tak kuasa menggerakkan kaki. Benci! Dan kompeni-kompeni itu memukulnya lagi seperti orang membelah kayu di depan Messi yang menutupi mukanya, sedang si juling tembah erat memegang. Montero rebah. Darahnya keluar dari hidung dan badannya. Mata Montero sayu memandang juling memegang dagu Messi, dan istrinya berteriak menolak. Lemah Montero berkata:
“Aku akan katakana. Biarkan istriku. Jangan ganggu dia.”
“Akhirnya kau mau juga mengaku, ya? Memang istrimu cantik.”
“Tutup mulutmu! Aku akan mengatakan, jika kau melepaskan ikatanku dulu!”
“Mana ada urutan begitu? kalau dilepas kau akan lari, he.”
“Tidak”
“Siapa percaya katamu?”
“Laki-laki Flores bukan orang yang suka melanggar janji. Aku tidak akan lari. Aku tak mungkin bias menerobos penjagaanmu.”
“Montero!”
“Diamlah Messi. Jangan menangis. Keluarlak, Sayang. Aku tak tahan melihat kau dan anakku menderita.”
Messi menyingkir di pojok. Hatinya berdentang. Mengapa Montero berkhianat. Dan di amenyesali dirinya karena menjenguk Montero, sampai Montero akan mengkhianati bangsanya. Betapa pahitnya hidup yang ditelan messi.
Tali-tali ikatan Montero sudah dilepas. Di tengah-tengah kompeni yang mengelilinginya dengan senjata lengkap, dengan tenang Montero melemaskan urat-uratnya, dan pelan-pelan mendekati mereka.
“Hai, di situ saja kamu kalau kamu maju saya tembak”
“Mengapa taku? Aku sendiri, laki-laki…”
“Lekas katakana anjing”
“Namanya?... Ama Waka, Nipa Do dan Do Kapa.”
Messi menutup telinganya. Di atak mau mendengar suaminya berkhianat tapi apa yang dilihatnya? Belanda itu tak mau suaminya hanya nama-nama saja yang sudah diketahui mereka, tapi menginginkan tempat persembunyian pimpinannya. Dan ketika Montero menjawab nama Do Kapa, gesit dia menjepak dan merebut senjata, membinasakan tiga kompeni.
Semua ini berlalu cepat. Berputar-putar pandangan Messi, dan dia mendengar enam tembakan menghujani tubuh Montero. Suaminya tidak berkhianan, dan hanya menyebut nama saja yang tidak diperlukan kompeni, dan sebagai penebusnya membinasakan tiga nyawa.
Seminggu kemudian Messi mendengar bahwa mayat suaminya dibuang ke danau Kelimutu yang berwarna merah. Betapa hancur hati Messi, lebih-lebih Belanda menyebarkan berita bahwa Montero telah mengatakan tempat persembunyian pimpinannya, dan hal ini meruntuhkan semangat penduduk. Mereka mengutuki pengkhianatan Montero. Dan messi tidak berdaya, karena Belanda telah menguasai mereka. Dia harus menelan tuduhan yang berat, bahwa suaminya telah mengingkari sumpahnya.
Karena inilah Messi pindah menyendiri dekat danau Kelimutu, menghindari desus-desus kebohongan yang ditipakan pada suaminya, seorang pahlawan Flores.
Dan Tabeta lahir secantik Messi. Dididik anak kecil ini memuliakan bapaknya. Messi ingin anaknya mengikuti dunia yang suci, lepas dari kompeni. Setiap hari Messi dan Tabeta ke danau, menabur bunga dan memuliakan Montero.
Air danau Kelimutu masih tenang. Messi terkejut, bahwa Tabeta tidak berada di dekatnya. Sebuah batu jauh dari tebing danau, airnya berputar-putar. Messi menjeritjerit: Beeta. Betta. Sepi. Dijenguknya air yang berputar. Beeta. Messi menangis, “Montero… Montero… jangan kau ambil anak kita. Jangan Montero… Aku tadi telah memukulnya. Montero jangan kau bawa anakku ke dasar danau. Aku sendirian Montero….”
Messi memanggil-manggil lagi. Tabeta… tabeta… tidak ada yang menyahut. Angina meniup pelan. Matahari sudah jauh masuk ke barat. Tapi apa yang dilihat itu? Oih…. Tabeta tergolok tidur di bawah pohon rindang. Tangannya memegang kupu-kupu yang masih menggeletar. Dengan kasih keibuan Messi mengusap rambut beta sambil menangis. Pelan, sambil menggendong Beta, ditinggalkannya danau kelimutu dan berkata.
“Montero, akan kuceritakan pada Beta apa yang sebenarnya. Kau tahu Cuma dialah yang akan percaya bahwa kau bukan seorang pengkhianat.”
Danau Kelimutu masih beriak tenang. Matahari terbenam sama sekali. Airnya merah, hijau dan hijau muda bermain dengan cahaya kegelapan mengantar Messi pulang.
(dari: Perjuangan dan Hati Perempuan)
2. Apresiasi Prosa—Fiksi ( cerpen )
Apesiasi Cerpen
MENGHAYATI PERJUANGAN DARI HENING DANAU
Titie Said lebih produktif menulis novel dari pada cerpen. Namun, ditinjau dari segi pengucapan sastra, banyak kalangan menilai cerpen-cerpennya lebih berhasil dari pada novel-novelnya. Cerpen-cerpennya yang dianggap berhasil tersebut terutama adalah yang terkumpul dalam antologi tunggalnya Perjuangan dan Hati Perempuan ( terbit pertama kali tahun 1962 ). Cerpen-cerpennya tersebut sering dianggap berhasil dan kuat dari segi pengungkapannya dan dari segi pemilihan latar dan tokoh-tokohnya yang khas. Pemilihan latar dan tokoh-tokohnya banyak berasal dari berbagai wilayah lokal, terutama yang tersebar di Nusantara. Kekuatan pengungkapan dan kekhasannya dalam memilih dan kehidupan tokoh dan latar tersebut tampak pada cerpen “Kelimutu“ yang dipilih dalam Kaki Langit ini.
Cerpen ini berkisah mengenai perjuangan melawan penjajah dengan latar fisik dan sosial wilayah dan masyarakat Flores pada zaman penjajahan Belanda. Dalam pengisahan kisah tersebut, kita dapat merasakan kuatnya pengungkapan pengarang, baik di dalam mengolah bahasa, maupun dalam menysusn struktur cerita.
Dalam pengolahan bahasa, kita dapat merasakan efektif dan efesiennya pengarang dalam menggunakan kata-kata. Pengarang, meminjam ungkapan Jakob Sumardjo. Ibarat pelukis yang tidak suka mengobral garis. Ia menggunakan kata-kata dengan hemat. Kata-kata digunakan dengan seminim atau sehemat mungkin, namun setepat mungkin. Ia memilih kata-kata yang pokok dan penting, kalimat-kalimat yang ringkas namun jelas, tegas, kuat, kaya, dan tajam dalam membangkitkan imajinasi, asosiasi, dan emosi pembaca terhadap apa yang dikisahkan dan digambarkan. Unsur-unsur style pun, seperti permajasan, retorika, dan pencitraan, dipilih secara apik dan digunakan seefektif mungkin. Di dalam penggunaan bahasa ini, pengarang benar-benar menggunakan bahasa yang terpilih.
Hal itu dapat kita rasakan sejak dari penggambaran latar. Tanpa pengarang melakukan penjelasan panjang lebar tentang wilayah flores dan masyarakatnya, pembaca mendapat gambaran mengenai wilaya dan masyarakat yang menjadi latar cerpen tersebut cukup lengkap. Dengan beberapa kalimat ringkas, suasana kefloresan dan adapt budayanya tergambar dalam diri pembaca secara hidup. Gambaran pengarang tentang latar ini memang serba sepintas. Namun , karena yang diambil pengarang adalah hal pokok, penting, dan khas dari wilayah Flores tersebut dan kehidpan masyarakatnya (seperti wilayah danau Kelimutu untuk menggambarkan lokasi geografisnya, rambut keriting yang merupakan ciri penting oang-orang flores untuk memberikan gambaran fisik penduduknya, Perayaan Paapemba untuk menggambarkan tradisi dan budayanya, kain tenunan khas Flores untuk menggambarkan industrinya, dll ), gambaran latar tersebut menjadi terasa utuh. Selain itu, untuk memperkental suasana kefloresan, pengarang menyelipkan beberapa kalimat dan kata sapaan dari bahasa lokal.
Pengambar tersebut tidak semata-mata bersifat informatif. Penggambaran tersebut terasa imajinatif. Keimajinatifan ini timbul dari deskripsi citraan yang tajam dan terpilih sehingga pembaca tidak saja mengetahui latar tersebut, tapi dapat juga merasakan suasananya, melihat kehidupan masyarakatnya, mendengar suara-suara sekitarnya, dan lain-lain. Tatkala pengarang melukisakan perayaan Paapemba, misalnya, pembaca ikut merasakan kerianggan perayaan tersebut : mendengar musik yang ditabuhnya, melihat dan merasakan sesak padat, pengunjung dan penari-penarinya, dan lain-lain.
Atau, ketika pangarang melukiskan latar tempat cerpen di lokasi seputar danau Kelimutu, pembaca dapat dengan jelas menangkap suasana keheningan di sekitarnya. mari kita ikut contoh deskripsi berikut :
panas rembang petang masih membakar. Messi menuntun anaknya dengan lesu. Jalanan sepi dan menanjak, tapi mereka mepercepat langkahnya. Dari jauh seoang tua berteriak menegur.” Messi, kemana? Lihat Tabeta terseret-seret. Kemana Messi?” Messi terus berjalan….
Kesepian yang melukiskan pengarang meski hanya dalam beberapa kalimat, trasa ajam. Kesepian tesebut tidak saja dilukiskan dalam deskripsi citraan yang sifatnya visual, tapi juga yang bersifat indera pendengaran. Deskripsi yang disebutkan terakhir itu, yang terdapat dalam kalimat dari jauh seseorang tua berteriak menegur. Memperkuat citra keheningan tersebu. Suara teriakan dari jauh itu, yang terdengar di tengah rembang petang, di jalan sepi mananjak, di sebuah pinggiran danau, dalam indera kita, seolah terdengar sayup-sayup dan tentu saja menambah tajam rasa sepi itu.
Selain dalam penggambaran latar, kuatnya pengungkapan pengarang terasa pula ketika menggambarkan karakter tokoh. Pengarang tidak banyak menggambarkannya lewat narasi. Pengarang memilih cara pengungkapan tak langsung lewat dialaog. Pemilihan seperti ini merupakan pemilihan yang cerdas karena pengarang tidak perlu memberi banyak keterangan tentang karakter tersebut. Karakter tokoh muncul dan tergambar sendiri dari ucapan-ucapan mereka pada dialog. Dengan begitu, penggambaran menjadi terasa kuat. Apalagi, dialog-dialog dipilih secara efesien. Isinya pun hanya mengemukakan pokok-pokok penting yang disajikan secara ringkas dan padat. Di samping itu beberapa tokoh diperkuat karakternya dengan gambaran fisik. Contohnya, komandan kompeni yang jahat dan licik digambarkan dengan fisik berperut buncit dan bermata juling.
Selain kuat dari dua unsur di atas, cerpen ini kuat pula secara struktur ceritanya. Untuk mengisahkan peristiwa pada masa penjajahan Belanda, pengarang menggunakan alur sorot balik lewat kenangan tokoh Messi akan masa lalunya. Kenangan tersebut terkuak pada masa Messi dan anaknya menabur bunga di danau Kelimutu menjiarahi suaminya yang dibunuh sepukuh tahun sebelumnya oleh kompeni dan difitnah sebagai pngkhianat bangsa Flores sehingga di buang ke danau itu.
Dalam kenangan tersebut ada suasana kegembiraan perayaan Paapemba, ada suara pertempuran, ada kobaran api dari tangsi yang terbakar, ada kelengangan kampong, ada penangkapan, ada pemenjaraan dan penyiksaan, ada hati yang menjerit. Suasana yang digambarkan berganti-ganti: sebentar riang dan ramai, sebantar sepi dan lenggang, sebentar menggemuruh, sebentar diam, dan seterusnya. Semua suasana dan suara-suara itu terasa datang dari masa lampau karena pengarang menyajikan secara sorot balik. Semua itu pun terasa mencekam karena pengarang memunculkan dari keheningan danau. Kita solah melihat baying-bayang yang jauh, suara sayup-sayup yang muncul tenggelam dibawa angin.
Penyusun struktur cerita dan penciptaan suasana dengan cara seperti di atas membuat apa yang digambarkan dalam cerita ini lebih terasa karena kita seperti terbawa hanyut di dalamya. Penyusunan alur secara sorot balik membuat situasi kel;ampauan masa penjajahan Belanda lebih terasa dan peristiwa-peristiwa dilukiskan cerpen sebagai gambaran masa tersebut benar-benar terasa sebagai gamaran masa itu dalam kenyataannya. Situasi masa itu menggambarkan pertempuran, perjuangan dan kekejaman. Namun, suasana yng gemuruh itu tidak dilukiskan dalam kegemuruhan. Pengarang melukiskannya secara kontemplatif. Hal ini membuat perjuangan memjadi lebih terhayati.
Secara tematik cerpen ini berbicara mengenai sikap kepahlawanan. Tema ini dibentuk oleh alur, latar, dan penokohan di atas. Tema ini sampai dengan baik dan mengena karena unsure-unsur tersebut diungkapkan dengan bahasa dan cara pengungkapan yang kuat dan hidup (seperti digambarkan di atas).
Hal itu ditambah pula dengan cara pengarang mengambil sudut pandang penceritaan. Tema kepahlawanan ini disampaikan melalui hati seorang perempuan, yakni lewat sudut pandang tokoh Messi yang melihat dan merasakan sendiri.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Apresiasi sastra adalah suatu kegiatan mengakrabi karya sastra untuk mendapatkan pemahaman, penghayatan, dan penikmatan terhadap karya itu hingga diperoleh kekayaan wawasan dan pengetahuan, kepekaan pikir, dan rasa terhadap berbagai segi kehidupan. Dari kegiatan tersebut akhirnya pula timbul kecintaan dan penghargaan terhadap cipta sastra. Demikian pula dengan apresiasi karya prosa-fiksi.
Apresiasi Sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematis yang dapat dinyatkan dalam bentuk tertulis. Melalui kegiatan apresiasai itulah akan timbul kegairahan dalam diri pembaca (masyarakat) untuk lebih memasuki dunia sastra, sebagai dunia yang juga menyediakan alternative pilihan untuk menghadapi permasalahan kehidupan. Pada bagian selanjutnya akan diberikan sebuah contoh tulisan apresiatif sebagi perwujudan kegiatan berapresiasi sastra terhadap suatu karya fiksi.
Unsur-unsur intrinsik karya prosa-fiksi adalah :
1.Tokoh dan Penokohan
2.Alur dan Pengaluran
3.Latar
4.Gaya Bahasa ( stile )
5.Penceritaan
6.Tema
DAFTAR PUSTAKA
Sayuti, suminto.1996.Apresiasi Prosa Fiksi.Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.